mungkin ketika aku menulis ini, aku bahkan tidak tahu bagaimana perasaanku yang sesungguhnya. Aku bangun pukul 6 pagi ini kemudian langsung menyadap handphoneku. Ya…. sebuah barang elektronik yang kini penuh dnegan sampah bualanmu. Bodohnya aku, masih ingin terus kau ucapkan kata rindumu itu. Mudahnya bagiku, yang kini mulai mencintai aplikasi para pengirim cinta palsu lakukan terus tiap hari. “Aku rindu kamu..” *kirim* dan BULLSHIT!!!

Aku mencintai isi kepalamu, semua gagasan dan ide yang keluar dari bibirmu. suaramu membangkitkan setiap gairah yang ada. Aku hampir saja menarik kerah bajumu saat kau menghantarku pulang. Satu kecup saja pikirku. Aku suka caramu. Kau bebas dengan caramu. Dengan bagaimana kamu meng-klakson setiap kendaraan yang menghalangi jalanmu, “kamu bikin dia bete..” “aku gak punya waktu buat orang bete” , dengan caramu menepuk bahuku saat tak sengaja kupasang raut wajah lelah yang memanja, dan sampai akhirnya aku sadar bahwa aku mulai membenci saat aku jauh darimu. Tanpa kabar dan komentar, tentu saja.. bualanmu juga.. Bualan.. Meski hanya bualan…

Aku pernah menunjuk satu bintang, satu titik dimana kau dan aku dapat memandangnya bersama. Tapi kau tahu? Semua kacau!! Aku pikir ini mudah dan menyenangkan ketika kita dapat mendeskripsikan sesuatu yang indah berdua. Hei, kemudian aku sadar, bahkan aku dan kamu tidak sedang memandang bintang yang sama. Kau memandang dari sudut yang berbeda. Kamu mungkin saja keliru menyimpulkanku, dan aku mungkin melakukan kesalahan saat mencintaimu. Huh cinta.. Maksudku.. mengkarapkanmu… Tapi aku diam saja.. Bagiku, berdua denganmu di malam sunyi itu, adalah keindahan yang lain…

Aku mulai menyukai saat senja datang, sejak ada kamu. Saat aku berpikir kau telah selesai dengan rutinitas sibukmu lalu beranjak menghubungiku. Ah… senja datang dan kerinduanku semakin menjadi lalu merujuk pada kegilaan malam ini. Aku masih sangat peka ketika kau minta aku merasakan senja yang kini semakin gelap, gelap, dan gelap. Kau tak kunjung menyapaku yang masih termenung dengans alunan melodi rindu dari earphone bututku. Kamu dimana???

Beberapa tahun sudah kulewati tanpa kekasih. Ya… aku jomblo sejati, setidaknya sampai mengenalmu. Perasaanku mengatakan bahwa masih banyak tersisa air mata yang belum kucucurkan. Ingat? Aku tak punya mantan. Tapi sepertinya kau mulai berhasil membiarkan air mata ini turun dengan derasnya. Rasanya seperti mendapatkan hujan yang datang tiba-tiba. Tanpa mendung, dan petir yang menggebrak cakrawala. Sedikit merapatkan pipiku yang kini sudah kututup dengan segumpal tisu. Pipiku basah….

Sendiri, bersama, mencinta. Kau dan aku, bahkan mereka tahu artinya. Tapi untuk meresapi setiap kata dalam baris dengan setiap titik jarak pandangan yang berbeda? Itu sulit.. Kau asyik berteori tentang planet mars ketika aku butuh kesegaran. Aku sibuk merajut setiap jala yang rusak agar selalu tampak bagus dimatamu, dan kamu sibuk mencari karang indah sebagai hiasan pantai…

Aku pernah bermimpi menjadi seorang putri yang cantik. Di suatu malam Selasa minggu kedua di bulan Januari. Aku lihat kau berseragam prajurit. Tampan, dan berkuda. Hiyaaaa….. Kau menggenggan tanganku erat-erat. Sedetikpun tidak kau beranjak daripadaku. Lalu aku bangun, “that was a nightmare” dan kembali tidur. Aku mencoba menghapus semua mimpi itu di satu malam. Aku tak mau jadi putri.. Tidak. Aku hanya mau lupa kamu, biru….