Aku duduk di sini. Sekarang. Bersamanya. Jarak kami hanya
sekasta milikku. Dia masih seperti yang lama sejauh ini. Tapi aku sudah lupa
akarnya dari mana. Perasaan itu datang kembali begitu saja seperti angin malam
yang mampir untuk menyapu penat para pelayan.
Datang pergi, kemudian kembali
lagi. Deburan ombak itu terasa menghanyu biru setiap kerinduan yang masih
mencoba bertahan untuk berdiri kokoh. Sayangnya, seketika itu juga ia layu.
Getarannya menusuk setiap bagian luka yang hampir sembuh, makin menggerogoti
hingga rasanya tak sanggup untuk bertahan lagi.
Tembok itu runtuh menjadi partikel ringan debu yang melayang di angkasa. Tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Tembok itu hilang. Bersih. Meninggalkan sepetak tanah untuk dibangun lagi. Aku memberikan wewenangku kepadamu. Untuk memberi sedikit kesan dan luka, sampai akhirnya kubangun lagi tembok untuk membentengiku darimu. Aku hanya ingin kembali, ke masa itu. Sebentar saja.
Tembok itu runtuh menjadi partikel ringan debu yang melayang di angkasa. Tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Tembok itu hilang. Bersih. Meninggalkan sepetak tanah untuk dibangun lagi. Aku memberikan wewenangku kepadamu. Untuk memberi sedikit kesan dan luka, sampai akhirnya kubangun lagi tembok untuk membentengiku darimu. Aku hanya ingin kembali, ke masa itu. Sebentar saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar