Menitih jalan dalam gelap
keraguan. Menunggu bis malam dengan segala kata kerinduan. Lari saat terbangun
akan kehilangan kendaraan. Tenggelam dalam keegoan yang
justru menyapu bersih semua harapanmu akan sebuah kebebasan. Percaya atau
tidak, peduli atau tidak, aku masih menahan rintik hujan di mata ini..
Mungkin bukan tentang
jatuh cinta pada seorang yang salah, hanya saja keadaan yang memaksamu untuk
berubah menjadi monster garang. Meninggalkan
jejak besar bertuliskan kata kasar. Kemudian diasingkan di tengah hutan
belantara tak berpenghuni. Itu pantas. Pantas... itu pantas untukmu. Setidaknya
sebelum seseorang membuka kotak hitam yang baru saja ditemukannya di tengah
jurang mencekam itu. Ini tentang kamu...
Tentang seseorang yang
selalu menjadi buah bibir di tiap pertemuan. Selalu berusaha menggali setiap
batu kerikil di sana tanpa peduli akan berbuat apa setelah menemukannya. Beberapa
berargumen untuk menjadikannya hiasan. Hiasan dari batu krikil? Hah..... lucu
sekali.
Pangeran berkereta
kencana yang menggoda, kau yang memiliki mahkota emas di atas kepalamu. Kau,
dengarkan.. beribu pasukan berdiri mengorbankan setiap hembusan, kehidupan
anak-istrinya untuk sekedar menjagamu dari jangkauan musuh. Kamu sempurna,
pangeran..
Lalu kamu kembali ke
istana yang megah, mendapati sebuah perjamuan besar, bersukacita dalam setiap
pesta, kemudian pergi tidur dengan piyama terbaik. Sekali lagi, kamu sempurna..
Meski kini ku tahu tak
sesempurna kelihatannya. Pangeran kecil berhati keras, maaf untuk segala
ketidaktahuan, kesoktahuan, kesombongan, yang kini malah membuat gembok hatimu
terkunci rapat lagi. Maaf akan segala keperihan yang kuberikan. Aku harap aku
masih dapat membua satu persatu pintu yang terkunci di sana, menghapus sedikit
kebisuanmu, membersihkan setiap tetes darah yang keluar dari lukamu, karena aku
mungkin masih berada di sana. Tepat di tempat keperihan muncul. Masih dapat
merasakan hal yang sama. Maaf......